Loading

Benarkah Orang Baik Belum Tentu Masuk Surga ?

Apakah Bunda Theresa yang sepanjang usia nya dibaktikan untuk umat miskin India harus masuk
neraka ? Apakah Paus Paulus II yang pernah menjamu calon pembunuhnya dengan baik hingga si
calon pembunuhpun membatalkan rencana pembunuhan tersebut juga tak pantas masuk surga ?
Apakah Mahatma Gandi yang secara lembut, sabar dan selalu menggunakan jalan damai untuk
membela kemerdekaan rakyat India juga harus masuk neraka ? Bagaimana pula dengan sebagian
dari milyaran umat manusia non Islam yang baik hati, apakah mereka harus masuk neraka
dibanding sebagian dari milyaran umat Islam tapi buruk perilakunya ?

Apakah Akhlak Menentukan Seseorang Masuk Surga atau Tidak ?

Ada satu jawaban yang singkat, jelas dan tegas untuk pertanyaan tersebut yaitu, “kalau memang
akhlak dijadikan patokan oleh Tuhan untuk menentukan pantas tidaknya seseorang masuk surga,
maka agama tidak diperlukan lagi di muka bumi ini”
Kalau memang akhlak kriteria utama menentukan masuk surga atau tidaknya seseorang, maka
untuk apa lagi agama, karena tanpa agama saja orang bisa berbuat baik. Di negeri atheis seperti di
Rusia, China, atau di negeri sekuler seperti Eropa dan Amerika, ditemukan banyak orang yang tak
beragama tapi memiliki akhlak yang luar biasa baiknya. Tidak usah jauh-jauh, pasti kita sering
menemukan diantara teman atau tetangga kita akhlaknya sangat baik, ia mengaku punya agama tapi
tak pernah sholat atau ke gereja, tapi nyatanya akhlaknya lebih baik dari umat Islam yang rajin
beribadah.

Sifat baik adalah fitrah yang diberikan Allah sejak kita didalam kandungan. Fitrah (sifat-sifat baik)
adalah kecenderungan manusia untuk berbuat kebaikan, seperti halnya binatang buas diberi Allah
kecenderungan untuk bersifat buas, mereka akan tetap buas walaupun manusia berusaha
menjinakkannya. Hawa nafsu dan pilihan manusia sendiri yang membuat seorang manusia menjadi
jahat dan berperilaku buruk.

Dalam sebuah hadits qudsi Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-
hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus) semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan
yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka” (HR Muslim).
Allah menganugerahi manusia kesempatan untuk memilih yang baik atau yang buruk sesuai firman
Allah : “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (QS, Al-Balad 90 : 10).
“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.” (QS, Al-Insaan 76 : 3).
Kemudian setan berusaha mengaburkan jalan yang benar sehingga jalan yang baik oleh manusia
dikira sesat, dan jalan yang sesat dikira benar. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al
Baqarah 2 : 216) : “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh
jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui.”

Namun tujuan tulisan ini sama sekali bukan untuk menyatakan bahwa akhlak yang baik tidak
penting, atau menjadi muslim yang berperilaku buruk lebih baik daripada non-Islam yang baik hati.
Tujuan tulian ini agar kita menyadari bahwa Tuhan tidak menuntut dari manusia sekedar akhlak
yang baik, tapi juga ada hal lain yang lebih utama dibanding akhlak.
Bahkan Akhlak Seorang Muslim Yang Baik Sekalipun Tidak Cukup Untuk Membuatnya Masuk
Surga.

Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang
pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu :
"Kenapa pundakmu itu ?" Jawab anak muda itu : "Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya
mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah
melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika
istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya". Lalu anak muda itu bertanya: " Ya
Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua?"
Nabi SAW sangat terharu mendengarnya, sambil memeluk anak muda itu ia berkata : "Sungguh
Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta
orangtuamu tidak akan terbalaskan oleh pengorbanan dan kebaikanmu". Dari hadist tersebut kita
mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan
kebaikan orang tua kita terhadap anaknya. Kita merasa sudah cukup, tapi dalam perhitungan Allah
nilai jasa kedua orang tua pada anaknya jauh lebih besar nilainya dari yang dibayangkan manusia.
Pasti ada sesuatu perbuatan lain yang harus kita lakukan untuk memperbanyak balas budi kita pada
kedua orang tua kita. Diantaranya dengan cara menjadi anak yang sholeh dan selalu mendoakan
kedua orangtua kita.

Untuk membalas budi kedua orang tua saja kita tidak akan pernah sanggup, apalagi membalas kebaikan Tuhan yang mengkaruniakan kita fitrah kasih sayang pada kedua orang tua kita, yang mengkaruniakan kita mata yang mampu melihat, telinga yang mampu mendengar, lidah yang mampu merasakan kelezatan makanan, yang telah mengkaruniakan kita udara secara gratis

Ada perspektif yang sama antara hadits tersebut barusan dengan hadits berikut ini. Rasulullah SAW
pernah berkata, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu
para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW :
“Amal soleh sayapun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan
apa kita masuk surga?” . Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena
rahmat dan kebaikan Allah semata”. Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah
sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah
kita mendapatkan surga Allah. Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap
hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh
sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga
yang dijanjikan Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan
karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah.

Apa makna dari kedua hadits tersebut diatas ? Yaitu bahwa perbuatan baik (akhlak) dan ibadah kita
ternyata tidak mampu untuk mendapatkan tiket ke surga. Hanya karena rahmat-Nya lah kita bisa ke
surga. Akhlak dan amal ibadah juga tidak cukup menjamin kita terbebas dari api neraka, hanya
ampunan-Nya lah yang bisa membuat kita terbebas dari api neraka. Karena itu kita diminta banyak
memohon rahmat dan ampunan Allah.

Pertanyaan berikutnya (dikaitkan dengan judul tulisan ini) adalah apa syaratnya agar doa kita untuk
memohon rahmat dan memohon ampunan Allah bisa diterima ?
Tidak semua orang diberi rahmat surga, dan tidak semua orang diberi ampunan dari ancaman
neraka. Karena itu Allah menentukan syarat utamanya adalah beriman kepada-Nya dan rasul-Nya
(melalui syahadat). Ia harus memiliki aqidah yang benar, memahami siapa Tuhan yang
disembahnya dengan benar, apa yang dimaui-Nya, bagaimana cara mencintai-Nya. Inilah syarat
utama agar permohonan rahmat dan ampunan kita bisa diterima.
Apakah Benar Anggapan Bahwa Sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang Akan Membuat
Allah Tidak Mungkin (Tega) Menghukum Orang Yang Baik Hati ?

Di akhirat kelak orang yang tidak beriman kepada Allah akan membawa amal kebaikannya ke
hadapan Allah, tapi kemudian Allah tidak menerimanya, seperti tersebut dalam Al Qur’an surat Al
Furqan ayat 23, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan”.

Ibarat seorang pembantu yang bekerja keras pada majikannya, setiap hari ia bangun pagi
membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyapu halaman, menjaga keselamatan anak majikan
selama majikan bekerja diluar. Namun sang pembantu yang rajin ini ternyata tidak sopan dalam
kata dan perilaku, Sang pembantu tidak mau berusaha memperbaiki sikapnya ini pada atasannya,
karena ia mempunyai pendapat sendiri tak mungkin majikan akan memecatnya karena ia sudah
bekerja sangat keras dan merawat anak-anak majikannya dengan baik. Ia tidak juga berusaha
mencari tahu apa yang diinginkan sang majikan. Padahal jelas sang majikan sudah menulis
tatatertib dan uraian kerja pembantu rumah tangga, diantaranya disebutkan bahwa kesopanan adalah
syarat terpenting bekerja di rumah majikan tersebut. Bahkan terkadang ia sombong dan keras hati
serta menyimpulkan sendiri bahwa sebagai orang yang berintelektual tinggi seharusnya majikannya
bisa menerima kekurangan sang pembantu. Iapun kaget ketika di akhir bulan, sang majikan
memecatnya dengan alasan tidak sopan. Ia protes tapi majikannya punya hak.

Analogi sederhana ini, menyiratkan bahwa agar doa, ampunan, amal dan ibadah kita bisa diterima
Allah hendaknya kita mengenal Allah secara baik, melalui perenungan dan makrifatullah. Kitapun
sebagai hamba Allah perlu mencari tahu apa sebenarnya syarat utama yang diinginkan Allah agar
segala amal ibadah dan akhlak baik kita diterima Allah. Tidak susah mengenal Allah karena karya-
Nya ada disekeliling kita, yaitu alam semesta ini, bahkan Ia telah memperkenalkan diri-Nya pada
manusia melalui kitab-kitab suci dan ajaran nabi-Nya. Dengan mengenal allah secara baik kita akan
tahu bahwa Allah sangatlah penyayang, demikian sabar dengan kelemahan manusia, terlalu banyak
kesalahan kita yang dimaafkan-Nya, bahkan kita akan tahu bahwa terlalu berlebihan kalau
keimanan, amal ibadah dan kebaikan kita dibalas dengan surga yang luar biasa nikmatnya. Dengan
hati yang bersih dan ilmu yang cukup juga akan memudahkan kita memahami mengapa Allah
mengancam orang-orang tidak beriman dan yang buruk akhlaknya dengan neraka.

Memahami Allah dengan menggunakan kemampuan akal manusia adalah sia-sia, karena hakikat
sifat-sifat Allah tidak dicerna oleh akal manusia, tapi oleh hati manusia. Hati manusia akan
membantu kita memahami Allah, karena didalam hati bersemayam fitrah manusia yang salah
satunya memiliki sifat-sifat cinta kepada Allah. Hatipun perlu dibersihkan terlebih dahulu dari
kotoran (sifat sombong, dengki, kikir, dsbnya) agar fitrah manusia bisa diaktifkan untuk memahami
sifat-sifat Allah dengan baik.

Tanpa Mengenal Sifat Allah Dengan Baik Maka Sia-sialah Akhlak Baik, Amal dan Ibadah Kita
Melalui pengenalan yang baik terhadap Allah melalui cara-cara yang diatur dalam Qur’an dan
hadits, akan kita temukan bahwa Allah mensyaratkan aqidah Islam yang benar sebelum segala amal
ibadahnya diterima.
Aqidah adalah hal yang pokok yang membedakan Islam dengan agama lainnya. Aqidah adalah
fondasi bangunan seorang umat Muslim, sedang ibadah (syariah) adalah dinding bangunan seorang

Muslim, lalu akhlak adalah atapnya. Tanpa fondasi maka ia pun tidak bisa mendirikan bangunan
diri seorang Muslim, tanpa aqidah yang benar dan lurus iapun tidak pantas disebut seorang Muslim.
Tanpa ibadah yang sesuai syariah Islam, iapun belum sempurna untuk dikatakan sebagai sebuah
bangunan yang bernama Muslim. Demikian pula, tanpa Atap yang bernama akhlak, bangunan yang
bernama Muslim ini belum utuh dan akan mudah rusak oleh hujan dan panas. Muslim yang baik
wajib memiliki ketiga syarat ini (aqidah, ibadah dan akhlak) secara lengkap, tidak kurang satupun,
dan harus sempurna. Bila aqidahnya salah, maka kekal lah ia di neraka, bila ibadah dan akhlak
buruk maka ia ‘mungkin’ masih berpeluang masuk surga setelah di’cuci’ dulu di neraka. Semoga
kita tidak termasuk sebagai orang yang di’cuci’ dulu, apalagi kekal, di neraka. Mumpung kita masih
hidup di dunia ini, semoga kita diberi ilmu oleh Allah SWT mengenai kedahsyatan akhirat dan
neraka, supaya kita tidak menggampangkan diri untuk menganggap bahwa di’cuci’ di neraka adalah
bukan masalah besar. Tidak untuk sedetikpun ! Naudzu billah min dzalik.

Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan. Aqidah adalah iman yang teguh
dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya. Aqidah merupakan
perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Aqidah Islam
merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita.
Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan
apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak
diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan
diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-
Zumar: 65).

Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan
ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada
yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri. Aqidah Islamiyah adalah
keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban,
bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-
Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih
tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara
ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang
shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-
tama dilakukan para rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang
lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para
nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian
ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus
dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya. Tanpa
aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama
kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan. Tanpa
aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang
menyesatkan keimanan kita.

Wallahu a’lam bish shawab

StumbleDeliciousTechnoratiTwitterFacebookReddit

0 komentar: